Menyapa Bali saat pandemi sebuah pengalaman yang mempertemukan 5 tempat terbaik di tanah kelahiran, dengan segala kisahnya dan ketika saat bertemunya setelah hampir dua tahun berlalu, ada rasa yang diambil.
Sepi,
Bukanlah karakter Bali dan melihat itu ketika pertama berjumpanya kembali hati tertegun, menikmati tempat indah dengan suasana sepi salah satu hal yang aku suka tapi tidak kali ini.
Kenyamanan yang biasa terasa dalam sepi berubah melahirkan getir, begitu banyak insan hilang harapan karena kerumunan dan penuhnya Bali menjadi berkat tersendiri , dalam ramainyalah Bali memberi penghidupan pada insan-insan yang membutuhkan dan ketika pandemi ada semuanya berubah.
Pandemi memang merampas banyak hal dan setahun pertama aku sungguh siap menghadapinya , tetapi ketika kembali ke tanah kelahiran rasanya kesiapan yang sudah dibangun menjadi retak.
1. Seminyak – Menyapa Bali saat Pandemi
Secangkir kopi hangat menemaniku dengan wajah khas Bali yang manis, hamparan sawah disudut-sudut padat penduduknya. Manis pahit tercampur menjadi kenikmatan sebagai penawar getir melihat sepinya dengan kebutuhan insan yang semakin mendesak.
Kopi yang kunikmati tak jauh dari tempat yang kupilih sebagai persinggahan sebelum pulang ke kampung , seminggu waktu kuambil sebagai isolasi setelah penerbangan dari Jakarta, Mokko Suite Villa Seminyak, tempat yang membawa goresan kisah yang mungkin menjadi awal penerimaan.
Awal berjumpa dengannya Seminyak memang pernah menjadi primadona , sudut-sudutnya memberi senyuman manis, seperti biasa aku selalu menyempatkan diri untuk jalan kaki dipagi hari saat melakukan perjalanan luar kota dan ketika itu menjadi kesempatan besar karena bisa melihat secara langsung bagaimana pedih sepi itu terlihat.
Seminyak yang biasanya bersorak sorai bersama banyak hal kebutuhan, kini murung dengan sepinya , lelah kaki tak terasa berjalan berjam-jam karena sepi yang memeluk menghantarkan resah dan sedu lirih nurani tentang insan tak memiliki pendapatan.
Seminggu di Seminyak melahirkan kisah tentang tak selamanya sepi itu menyamankan.
2. Jembrana – Tanah Kelahiran
Kembali ke tanah kelahiran kata lain pulang kampung menjadi alasan menyapa Bali saat pandemi, segala sesuatu yang aku lakukan dalam langkah semuanya bermuara dari nurani, ketika pandemi hadir dan penutupan dimana-mana membuat banyak insan terkurung.
Tidak hanya soal terkurung raga tapi aku melihat banyak jiwapun terkurung, bagaimana jiwa-jiwa lepas yang biasanya bebas melakukan sesuatu , kini dengan pandemi semuanya terbelenggu. Tak hayal lagi ketika pemerintah memberi kelonggaran banyak insan memakai itu untuk terbang ke Bali, sedangkan aku tetap menahan diri karena nurani belum memberi ijin.
Pulau Magic
Begitu kusebut karena terdapat banyak hal terjadi diluar nalar dan hanya nurani yang mampu mencerna, terbukti pulau kecil itu soal keindahan ada banyak ditempat lain ditemui, soal laut Indonesia lainnya banyak menawarkan, soal gunung rasanya begitu banyak yang lebih indah.
Indahnya Indonesia memiliki beribu lainnya tapi Bali berbeda, dia menawarkan yang tak bisa dimiliki oleh belahan bumi lainnya dan bersyukur itu ada di Indonesia. Menyapa Bali saat pandemi memberi pendalaman pemikiran yg akhirnya kutemui.
Jembrana tepatnya Negara dimana aku lahir dan besar , kepulangan kali ini sangat berbeda karena pandemi memberi kemudahan buatku untuk bisa hadir di tanah kelahiran dengan tetap bisa bekerja. Walau dengan segala keterbatasannya , bagaimana sinyal butuh perjuangan untuk mendapatkannya.
Tempat aku tinggal memang sedikit mendekati ketinggian dan bekerja yang membutuhkan sinyal kuat memiliki tantangan tersendiri.
Menyapa Bali saat pandemi khususnya di Negara punya kisah tersendiri, berbeda dengan Seminyak, ditempat aku lahir insan-insan terlihat lebih tersenyum, tentu ada dampak karena bagaimanapun keterkaitan akan selalu ada satu sama lainnya.
Walaupun sebagian besar penghidupan ada karena pertanian dan perdagangan tetap saja dampak sebuah perubahan akan ada akhirnya mengalami lambatnya roda perekonomian. Di mana juga para anak muda yang terlahir banyak merantau sehingga dampak itu semakin jelas.
Beberapa minggu di Negara memberi asupan pengetahuan yang cukup banyak, bermula kebiasaan jalan pagi menelurusi jalan-jalan dan menemukan hal baru dan dengan itu mengerti bagaimana langkah selanjutnya.
Selain pagi dengan aroma oksigen yang segar, menyempatkan merekuh Senja juga salah satu kegiatan disaat jam kerja usai.
Tentang Senja rasanya dimanapun dia ada bagiku dia selalu indah dan memberi warna manis, akan ada kisah hadir dan saat itu tentang meneruskan kehidupan melalui tunas yang ada menjadi tanda tentang senja di tanah kelahiranku.
3. Amed Karangasem – Pelunasan Sakau
Akhirnya menyapa Bali saat pandemi Amed Karangasem tempat ketiga yang sangat ditunggu, walau hanya semalam disana tetapi kisahnya menjadi terpenting dalam pertemuan dengan Bali kali ini.
Menyelam dilaut adalah oase atau energi paling utama dan ketika pandemi hadir hal itu tidak bisa dinikmati , apa boleh buat segala sesuatu butuh penerimaan untuk tetap bersukacita, termasuk untuk tidak menyelam.
Ketika punya kesempatan bertemu laut, menyelam tak bisa di hindari dan secara ajaib yang biasanya ketika ketemu laut bisa berjam-jam didalamnya akan tetapi kali ini aku hanya setengah jam karena kembali nurani berkata cukup.
Menyapa Bali saat pandemi
Cukup puas setengah saja bermain-main bawah laut Tulamben, tempat yang jadi salah satu tujuan kalau pulang ke Bali.
Ikan-ikan yang manis sudah kusapa , begitu juga karang-karang di kapal Liberty sudah cukup memuaskan dan boleh dibilang melunasi sakau yang sering mengganggu waktuku.
Selain laut yang mempesona, tentu saja paginya juga punya kisah tersendiri, menemui pagi Amed waktu itu ada rasa tertinggal karena tentang cerita bersambung yang kutulis di 2020 terasa nyata di foto ini.
4. Kintamani – Primadona Baru
Selanjutnya menyapa Bali saat pandemi di Kintamani, wajah lama yang punya daya tarik baru dengan pintarnya merias dirinya, Kintamani kali ini menawarkan tempat-tempat baru yang bisa memuaskan insan-insan yang haus tempat unik untuk bisa dipajang di sosial medianya.
Ramai terdapat tempat-tempat ngopi yang sejatinya bukan rasa yang utama tetapi wajahnya yang manis, sebuah kalimat tercetus oleh salah satu anak setempat,
” Kak, mau ngopi dengan membeli kopinya atau tempatnya, supaya bisa saya arahkan dimana “
Aku tersenyum ketika ditanya itu, memutuskan menikmati kopi saja karena soal tempat menikmati BlackLavaCamp sudah sangat terpuaskan.
Soal Kintamani akan kuceritakan lebih detail dikemudian hari karena ada banyak kisah kudapatkan disana dan bagaimana seorang pencinta laut ingin terus naik gunung.
5. Sanur – Sejenak Melihat
Menyapa Bali saat pandemi di Sanur tidaklah lama , sepulang dari Kintamani ingin berjumpa dengannya karena ada saudara yang tinggal disana dan kebetulan punya salon yang dibutuhkan untuk membuat raga sedikit disegarkan.
Selain itu adik yang kutemui juga salah satu pengobat rindu yang lama tak dijumpai dan sepanjang jalan ku melihat wajah sendu Bali karena sepi mulai terlihat rona, Sanur memperlihatkan kerlap kerlip penghidupan.
Cukup membuat hati disegarkan dengan pemandangan itu dan semoga penghidupan semakin baik dan insan-insan yang membutuhkan mendapatkan apa yang dibutuhkan.
Kembali ke Seminyak
Terakhir menyapa Bali saat pandemi pada Seminyak.
Iya kembali ke Villa yang memang membuat nyaman untuk jadi isolasi mandiri sebelum kembali ke Jakarta.
Bukan hanya tempat yang nyaman akan tetapi lebih dari itu, pelayanan yang memuaskan dan segala kebutuhan dapat di fasilitasi oleh Villa tersebut.
Tentang Villa ini nanti akan kuceritakan kisahnya karena disanalah yang pertama tentang penerimaan hadir.
Menyapa Bali saat pandemi melahirkan pertemuan tempat terbaik dengan kisahnya dan bila boleh kuberucap ,
Terima kasih pandemi, denganmu banyak pelajaran didapat , tentang kemudahan dengan kebutuhan , tentang penerimaan dan hal lainnya. Bukan bersuka hanya mengerti bahwa yang terjadi pasti akan terjadi sehebat apapun menolaknya.
aku baru sekali ke Bali. Rasanya pengen balik lagi buat jalan-jalan di sana hehe.. waktu itu aku ke Karangasem.
Yuks balik tapi jangan takut untuk rindu terus yak hehehehe
Aghhh baca ini ga sabar nunggu akhir Maret, aku mau ke Bali Ama suami mba.
Sebelum pandemi sbnrnya aku tiap tahun pasti ke Bali. Ama temen2 kantor. Tapi Krn pandemi jadi off dari 2020.
Tapi Krn THN ini pengen rayain anniversary berdua di Bali, kami planning kesana sebelum puasa.
Temlat2 di atas beberapa bakal aku datangin mba. Soalnya akukan ga suka pantai, tapi selalu suka daerah Bali yg sejuk dan di atas. Makanya ITIN nanti bakal stay di Ubud dan Payangan, trus jelajahnya ke Jembrana, kintamani, Singaraja, dan karangasem.
Kuta dkk skip dulu, udah bosan 😄. Pengen yang baru dari Bali …
PUlang kampung dan menikmatinya sungguh menyenangkan. Apalagi sudah lama tak pulang ya kak. SUasana alamnya yang khas selalu jadi daya tarik untuk kembali.
Sudah lama tak menikmati alam bali yang menyenangkan, mungkin terakhir 4 tahun lalu… jadi kangen
cuss kenbali ke Bali
aku belum pernah kesaNa … impianku banget nie buat kesnaa … semoga bisa segera hiling kesana yaaa … amiin
Amiiiin segera terwujud ya mba ..
Angan membawaku ke suasana ruang sekolah SD.
Pulau Dewata menjadi destinasi impian, since then.
Alhamdullillah, Maret 2018 bisa touch down di Ubud.
Menyesap view Campuhan Ridge ketika mentari masih malu-malu mengintip dari balik tajuk pepohonan.
Aku suka sekali suasana menuju ke sana.
Menelanku bulat-bulat dalam balutan view memikat!
Hei, kamu bisa juga ikutan menyesap keindahan di sana karena aku sudah berbagi di blogku, my dear
Search saja dengan ‘Campuhan’ ya.
See you there!
Btw,
Sepertinya aku harus kembali ke Bali, menyapa Bali!
Bali,
I’m coming!
Akan selalu ada alasan kembali karena dia memang bikin rindu, pintar memikat hati ingin memeluknya #Bali
Aku baru dari Bali lihat Kuta hadir perasaan yang sama sepi yang membawa getir. Lalu ke Ubud dan mendapatkan damai. Sudah kangen kesana lagi ❤️
Sudah ramai kembali mba, cuss kembali ke Bali
wah kangen banget sama Bali, sudah hampir 3 tahun tidak ke Bali, terkahir akhir tahun 2019, soon semoga sekgera kembali ke Bali
Amin, segera kembali yaa
Senangnya sempat kembali ke Bali lagi ya, Mbak Nik. Dipuas-puasin kali ini, mengunjungi sejumlah tempat.
Betul mba, Bali selalu memberi tawaran yang berbeda setiap saatnya jadi ketika pulang ada aja yang pengen dikunjungi.
Bali memang ngangenin, tempat yg selalu ramai tetiba sepi karena pandemi. Semoga pariwisata semoga bangkit. Agar Bali kembali bersemi.
amiiin dan banyak rindu terlunasi , masyarakat setempat tersuburkan.
Aku baru sampe Jakarta dari Bali hari ini. Puaaaas banget, tapi juga sedih.. ga tega pas liat Bali ga serame dulu, jam 11 aja udh banyak resto tutup , dan sedih aja liat toko2 di Kuta yg tadinya rame, tapi jadi banyak yg diksh banner, DISEWAKAN :(.
Trus ga jadi ke Jembrana, padahal udh ada dlm ITIN mba. Pak suami mendadak encok pas tahu kesana jauh bgt wkwkwkwkwkwk. Kami naik motor soalnya :D.
Tapi aku happy akhirnya bisa ke Tejakula, kintamani, Payangan, Rendang, dan Ubud. Ga sabar Juli bakal balik lagi ke Bali 😄
Mbaknya uda kliatan facenya Bali banget…auto kangen trs tanah kelahiran yak, aku cm baru ke Kintamaninya aja itupun btr saat ke Bali maklumlah kalau wisata rombongan ga bbs dan Bali emang sll menarik untuk dikunjungi kembali.
Setelah ku baca ini, nyatanya Bali tidak melulu pantai, banyak tempat lainnya yg juga cukup menawan di Bali ya
Seperti itu….
Aku punya sahabat yang pindah ke Bali.
Giliran ada mutasi ke Bandung, dia mundur.. Padahal asli orang Bandung.
Katanya uda terlanjur nyaman di Bali.
Dan melihat cerita kak Nik, merasa relate banget sih yaa..
Senyaman dan seindah ini..