3 langkah mengolah luka
5.30 pagi hari minggu kemarin langkah ini menyusuri jalan.
Sepi,
Entah karena masa pandemi atau memang cuaca saat itu memang sendu.
Meluruskan niat untuk jalan kaki di pagi hari saat itu karena ingin melihat mentari pagi bangun. Iya, rasanya rindu sekali dengan sinar pagi itu ,,, terlebih dari laut ataupun gunung.
Namun kali ini aku ingin berpuas hati walau hanya melihat munculnya dari celah gedung-gedung tinggi, akan tetapi semesta masih belum memberi, awan tebal menari-nari dilangit.
Kaki ini tetap melangkah dengan berharap awan tebal itu bergeser dan sedang asyiknya melihat keadaan pagi tiba-tiba seseorang menyapa ,
” Selamat Pagi mba …. ” aku menoleh kelihat wajah mas itu membuka masker dan tersenyum riang.
Pemuda penjaja potret, dengan semangatnya dalam cuaca sendu dan dingin itu dia duduk menunggu kaum bersepeda lewat.
5 Meter dari pemuda itu aku bersender dan melihatnya, sesekali melihat arah matahari terbit, berharap dia muncul, suatu harapan yang mustahil dalam gelapnya awan.
Akal ini berdialog dan hati tersenyum, aku sejatinya ingin berdialog dengan penjaja potret itu, karena dalam cuaca sendu itu dia tetap riang melakukan pekerjaannya.
Mungkin memang hanya itu cara menambah pundinya , mungkin juga memang butuh atau sekedar menikmati kesenangan memotret. Entahlah….
Buatku tetap saja, pagi di hari minggu dengan cuaca sendu sesuatu yang luar biasa, dimana orang-orang memilih memeluk selimut. Rasa berdialog itu sirna karena keadaan tak memungkinkan.
15 Menit berlalu rintik itu hadir , rasaku semakin sendu karena harapan melihat mentari pagi sirna sudah, pemuda itu membuka payung dan aku sendiri lupa memasukkan dalam tas dan aku putuskan melangkah cepat menjauh dari tempat itu.
Belum ada 2 Kilometer hujan deras menyapa dan aku berlari menemukan tempat berteduh. Hujan deras dan begitu besar membawa sendu dan lirih bayang-bayang luka.
1. Menerima – 3 langkah mengolah luka
Hujan memang banyak memberi cerita, antara rindu, luka dan kepedihan sering dihadirkannya.
Pagi itu,
Saat menunggu reda hujan bayang-bayang luka mengusik pemikiran.
kini semakin mengerti luka yang dihadirkan membawa nikmat dan hikmat tersendiri.
Tentang berbagi dan bagaimana mengolahnya.
Ada yang bilang luka itu akan dihapus oleh waktu, tapi buatku itu omong kosong, karena puluhan tahun luka itu tak pernah hilang , dia tetap ada dan sering mengejek.
Peluklah Luka itu dalam penerimaan dan katakan terima kasih sudah ada dan membawaku menjadi pribadi yang kuat.
Menerima,
bisa jadi sesuatu yang sulit tapi aku boleh katakan , aku bisa mendapatkan kenyamanan hidup dan bisa bersukacita karena menerima luka dengan iklas.
Mudah ?
Tentunya saja tidak, butuh proses dan dukungan dari orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi. Perjuangan untuk menerima tidaklah mudah tapi ketika mampu melakukannya maka damai itu akan hadir.
2. Basuh dengan mengasihi
Perlakukanlah orang lain seperti apa yang ingin kau perlakukan,
mulailah dari diri tanpa menunggu
Langkah itu aku lakukan saat luka itu mengejek, aku tersenyum padanya dan mengatakan, ” maaf aku tak tergoda dengan ejekanmu, karena ada yang membutuhkanku “
Bila aku tergoda dengan ejekan luka, aku akan terusik dan kepedihan itu akan menggerus semangat, sukacita. Tak hanya menggerus tapi bisa jadi dia akan mencurinya.
Mengasihi orang lain dengan tulus hal yang paling ajaib dalam membasuh luka, itu menjadi salah satu 3 langkah mengolah luka.
dengan mengasihi akan memahami arti dibutuhkan dan itu menjadi kekuatan dalam melangkah.
3. Ingat Tujuan Hidup
3 langkah mengolah luka yang terakhir ini mungkin sangat sulit, karena sepanjang aku menikmati waktu tak banyak orang paham apa tujuan hidup.
Lahir, tumbuh, sekolah, kerja, nikah, punya keturunan adalah sesuatu yang menjadi siklus tanpa mengerti apa sejatinya hadir di bumi ini.
Membawa kehidupan dan kembali pulang dengan murni
itu adalah tujuan besarku hidup dan dalam itu ada banyak bagian-bagian yang perlu diperjuangkan. Layaknya sebuah perjalanan mendaki sebelum bertemu pos pertama akan menapi tangga atau jalan -jalan kecil dan bila sampai akan melangkah kembali dalam tangga atau jalan kecil untuk menuju pos kedua dan begitu seterusnya.
Tujuan hidup juga demikian, ada tujuan besar dan sebelum mencapai ada tujuan-tujuan kecil yang diperjuangkan, layaknya juga seperti makan kue, bila ingin memakan kue yang ukuran besar tentu tidak bisa dilahap sekali , tentunya akan di potong-potong kecil dan bisa menikmatinya dengan mudah.
Bila itu dipahami dan dimiliki maka luka-luka yang menggoda itu tidak akan pernah bisa dilayani, karena sibuk dengan memikirkan untuk berjuang mewujudkan tujuan-tujuan kecil yang menuju tujuan besar.
Bukan berarti dengan berjuang mewujudkan tujuan itu tidak bisa menikmati hidup, tentu itu tidak bijak juga, karena bagaimana hidup ini sungguh indah maka nikmatilah.
Kesimpulan
Pada akhirnya bahwa Luka itu adalah suatu ornamen hidup yang tak bisa lepas karena dia membawa kebijaksanaan tersendiri, bagaimana menjadi bijak semuanya hanyalah bagaimana bisa mengolahnya.
Terima , kasihi orang lebih banyak dan ingat untuk apa ada kunci bagaimana luka itu sejatinya tidaklah serumit yang dirasa.
Maka melangkahlah engkau akan mengerti.