Buku Random Thoughts

Rumah Kaca – Ketika nurani babak belur saat tidak mampu mengatakan cukup – 2016

Rumah Kaca.

Setelah “Anak Semua Bangsa” dan “Jejak Langkah” yang sudah aku ceritakan sebelumnya, Rumah Kaca adalah buku penutup dari seri Roman Tetralogi Buru. Kali ini Om Pram bukan menceritakan dari sudut sisi tokoh Minke, melainkan dari tokoh Pangemanann.

“Setiap pendapat bisa saja dibenarkan, tergantung darimana memandang”, 

Rumah Kaca hal. 125.

Kalimat itu menjadi dasar akan pendapatku tentang Rumah Kaca.

Roman Tetralogi buru

Roman Tetralogi buru

Tentang Pangemanann

Pangemanann adalah seorang hamba Gubermen, orang yang selalu mempertanggungjawabkan dan merasa bertanggungjawab kepada Gubermen. Beristrikan wanita Eropa yang menemaninya dalam suka maupun duka, menyertai suaminya ke Negeri asing.

Melalui Pangemanann perjuangan Minke dihancurkan, mulai dari pembuangan sampai kematiannya.

Seorang yang berhati murni, namun karena tuntutan pekerjaan pada akhirnya menjual nurani dengan segala sandiwara hidup. Bersikap baik dimata Istri dan anak-anak tapi sebenarnya itu semua palsu.

Sejak kecil sampai setengah karier, dia hidup di jalan yang dikehendaki Tuhan. Tetapi ketika karier semakin meninggi dia berjalan dalam padang lumpur, makin jauh dari jalan yang dikehendaki oleh Tuhan.

Bertindak karena ego – Rumah Kaca 

Ketika Nurani sudah tidak murni lagi, maka egolah yang menjadi tuan. Pangemanann bukan hanya mengikuti kehendak pekerjaannya dimana harus mengatur segala sesuatu untuk kepentingan Gubermen.

Tidak peduli menjatuhkan orang atau tidak, tak peduli bekerjasama dengan siapapun, baik itu pihak-pihak yang menyebabkan keributan ataupun pihak-pihak yang baik. Semuanya tidak menjadi soal. Paling penting bagaimana pihak Gubermen tetap berjaya.

Dimulai dengan dia berani mengajak tidur seorang pelacur, bukan hanya sekali tetapi lebih dari dua kali tanpa mengetahui bahwa segala kegiatan ini dicatat oleh pihak-pihak yang punya kepentingan.

Begitu juga dengan kebiasaan minum alkohol yang berlebihan, semua diatur oleh ego.

Komunikasi dengan pasangan

Rumah kaca ini juga mengingatkanku tentang komunikasi. Bagaimana ketika Pangemanann makin terpuruk dengan pekerjaan. Dia tidak mampu untuk menceritakan secara langsung apa yang dirasa dan apa yang dialami.

Dia hanya menunjukkan tanggung jawab sebagai suami harus menafkahi.

Benar memang ketika segala sesuatu diceritakan dengan detail, keadaan bisa semakin rumit. Tetapi jika kembali melihat karakter seorang istri yang penuh pengertian, tentu memberi pandangan yang membuat semuanya akan berjalan baik.

Menurutku itulah peran istri. Ketika suaminya punya masalah dalam pekerjaan mau berbagi, maka istrilah menjadi tempat yang UTAMA. Bukankah itu sejatinya arti berpasangan. Saling membutuhkan dengan komunikasi sebagai kuncinya.

Buah dari perbuatan

Ketika Pangemanann tidak mampu mengatakan CUKUP, maka berbuahlah apa yang telah ditaburnya. Istri yang dia cintai beserta anak-anak yang selama ini menjadi alasan untuk berjuang dalam pekerjaan, pada akhirnya meninggalkan dia.

Hanya kepedihan tersisa, tapi hidup terus berlanjut dan hari-hari Pangemanann berkutat dalam “Rumah Kaca” yang telah dia buat.

Selain ditinggal orang yang dicintainya, Pangemanann juga dimanfaatkan oleh salah satu agen. Dia diperas dengan catatan-catatan pelacur kesayangannya. Pelacur itu terbunuh dengan meninggalkan catatan harian dan disana tertera lengkap berapa kali Pangemanann bersamanya.

Kemarahan berkobar-kobar saat diberitahukan kepadanya. Namun apa di kata, nama baik lebih utama, sehingga dia harus menuruti kehendak sang Agen, memberikan uang tebusan demi catatan harian sang pelacur.

Minke dengan akhir hidupnya

Hidup memang tidak ada yang bisa menebak. Roman Tetralogi Buru ini juga memperlihatkan padaku bagaimana hidup begitu misteri.

Minke yang awalnya begitu berjaya pada akhirnya hidup dalam pembuangan, dimana mirisnya saat itu disebut sebagai pembebasan.

Dia tidak menemukan kebebasan itu. Kembali dari pembuangan hanya menemukan kekosongan. Hanya seorang kawan yang masih melihatnya dan harta benda semuanya tidak berguna karena dibekukan oleh Gubermen.

Prinsipnya yang kuat mengantarkan Minke pada hidupnya berakhir tragis. Tragis bagi yang memandangnya begitu. Namun bagiku itu pilihan.

“Seorang tanpa prinsip adalah sehina-hina orang”,

Rumah Kaca hal. 99.

Sampai maut menjemput, Minke tetap dalam pengendalian sang Gubermen. Dalam sakitnya dia bertemu dokter yang sudah sengaja diatur oleh Gubermen agar tidak mengobatinya.

Masa Tua Pangemanann

Senja pun menghampiri sang hamba Gubermen. Apa yang dia lakukan pada Minke membuat dia dikejar-kejar dengan pertanggungjawaban. Dalam senjanya dialah satu-satunya orang yang rajin menjenguk kuburan Minke, memerintahkan penjaga untuk membersihkan.

Entah karena menyesal atau merasa bertanggung jawab, karena dialah Minke mengalami hal yang sulit dimasa hidupnya.

Akhinya Guru Besar Minke datang mencarinya. Mama sekaligus mertuanya mengetahui Minke sudah dibebaskan dari pembuangan. Beliau kembali ke tanah air untuk menjemput anak mantu kesayangannya.

Namun kepedihan yang harus dia terima, karena Minke sudah dalam kuburan. Maut sudah menjemputnya.

Pangemanannlah yang mengantarnya ke kuburan dan menjelaskan semua yang terjadi dalam tulisan pengantar dengan menyerahkan “ Rumah Kaca “ ke Mama.

Kesimpulan

Ada dua catatanku dalam membaca Roman Tetralogi Buru.

1. Pelajaran tentang buku penutup Roman Tetralogi Buru, Rumah kaca –  Semua bisa berubah.

Disini aku belajar tidak ada yang bisa memastikan hati untuk tetap berjalan dengan benar. Seperti halnya Pangemanann, awalnya dia hidup sesuai dengan kehendak Tuhan namun pada akhirnya kalah dengan Ego.

Begitu juga dengan hidup Minke dengan segala perjuangannya, akan ada pihak yang tidak berkenan selalu berusaha untuk menghadang. Pada akhirnya kembali dengan sejauh mana keteguhan hati dalam prinsip, yang akan menjadi akhir sebuah perjuangan.

Pada akhirnya bukan diri yang menjadi utama tetapi apa yang dihasilkan. Minke seorang laki –laki dengan segala prinsip dia dikenang sebagai pribadi yang begitu Agung, menjadi teladan pada generasi selanjutnya. Memiliki karya besar walau pada akhir hidupnya begitu tragis karena memperjuangkan prinsip.

2. Tentang keseluruhan Seri Roman Tetralogi Buru.- Menolong sampai akhir.

Dari keseluruhan tokoh yang dibuat oleh Om Pram, aku memilih Mama menjadi tokoh yang paling berkesan. Dari buku pertama Bumi Manusia, Mama menjadi tokoh yang mengajarkan banyak hal dan sampai penutup pun Om Pram memunculkan tokoh Mama. Disini aku belajar bahwa menjadi seorang penolong haruslah sampai akhir.

Buku Roman Tetralogi buru ini adalah buku terbaik yang pernah aku baca, dan ku utup perjalananku di dunia Roman Tetrologi Buru ini dengan satu ungkapan yang aku dapatkan di satu kebaktian.

“Untuk mengalahkan keinginan daging, keangkuhan hidup, maka beranilah berkata “CUKUP”

 

Baca juga review Bumi Manusia di blog Dani. 

8 Comments

  1. adelinatampubolon 29 Juli 2016
    • Nik 29 Juli 2016
  2. samuel 29 Juli 2016
    • Nik 29 Juli 2016
  3. yekti mahanani 17 Maret 2017
    • Nik 18 Maret 2017
  4. fanny_dcatqueen 3 Desember 2024
  5. eryka 3 Desember 2024

Leave a Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.